Dalam kondisi yang rentan pada saat ini,
pemerintah sebagai otoritas dan sekaligus pemimpin dituntut untuk
menjalankan kebijakan ekonomi dan sosial politik yang berdimensi luas.
Ketika masyarakat butuh pemimpin sebagai pemersatu, maka yang dibutuhkan
kebijakan kolektif dan holistik, bukan hanya sekedar kebijakan ekonomi,
apalagi lebih dipersempit hanya kebijakan infrastruktur.
Pemerintah di bawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo pada saat ini tengah menghadapi tantangan yang
tidak ringan, bahkan cukup berat karena permasalahannya sudah meluas
tidak hanya pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah masalah sosial
politik. Karena itu, kebijakan pemerintah dan kepemimpinan yang ada di
tangan harus ditransformasikan tidak hanya menjalankan kebijakan ekonomi
tetapi harus menjalankan kebijakan ekonomi sosial yang berkelanjutan.
Melihat perkembangan yang ada, Presiden
SBY di akun twitter-nya bahkan seperti mengelus dada, mempertanyakan
mengapa masyarakat dan bangsa ini rapuh, retak, dan membelah. Ketegangan
meruncing – bahkan saling berhadapan antar satu golongan dan golongan
lainnya. Seperti kata Rocky Gerung, pemerintah bingung dan panik, tidak
paham bagaimana menghadapi dan mencari jalan keluar dari keadaan ini.
Antar satu menteri dengan menteri
lainnya saling bersilang pendapat. Bahkan bisa dikatakan sudah tidak ada
lagi pemerintah pada level Pemerintah Daerah, seperti DKI Jakarta.
Pemerintah dan pemimpinnya menjadi bagian dari pencipta masalah dan
provokator yang justru memperkeruh keadaan.
Dengan dinamika masyarakat yang ekstrem
seperti ini, pemerintah tidak seharusnya membiarkan keadaan
berlarut-larut. Ada yang melihat bahkan pemerintah sudah terperosok
menjadi bagian dari masalah, yang memperberat masalah yang sudah ada.
Kebingungan pemerintah harus segera diakhiri dan maju melangkah
menjalankan kebijakan kolektif berdimensi luas.
Dalam bidang ekonomi, pemerintah pada
saat ini sudah sangat nyaring menyuarakan infrastruktur dan
infrastruktur. Tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut, tetapi
gemanya yang nyaring seperti seolah-olah kurang atau tidak ada kebijakan
ekonomi lainnya yang penting untuk dijalankan. Padahal dimensi
kebijakan ekonomi sangat luas, termasuk di dalamnya kebijakan sosial.
Di atas prioritas kebijakan
infrastruktur, pemerintah sebenarnya harus bertanggung jawab untuk
membuat kebijakan ekonomi, yang berkesinambungan (sustainable economic development),
dan kebijakan sosial budaya secara lebih luas. Dimensi kebutuhan
ekonomi dan sosial di dalam masyarakat tidak hanya infrastruktur, tetapi
banyak sekali unsur dan elemen, yang harus disentuh oleh pemerintah.
Kebijakan ekonomi berkesinambungan ini mutlak harus dijalankan oleh
pemerintah terutama ketika golongan bawah masih tertinggal dan tingkat
kesenjangan masih sangat rentan dan potensial menjadi pemicu masalah
sosial.
Dalam keadaan kondisi sosial ekonomi dan
keamanan yang rentan seperti sekarang ini, pemerintah tidak selayaknya
hanya berteriak soal infrastruktur. Kebijakan pemerintah harus
berdimensi luas dan mencakup banyak aspek, yang dibutuhkan masyarakatat –
terutama golongan bawah.
Kebijakan pertama adalah kebijakan kebutuhan dasar ekonomi dalam jangka menengah dan pendek atau basic need.
Kebijakan ini diperlukan untuk membantu rakyat memenuhi kebutuhan
dasarnya, seperti keamanan pangan, perumahan, air dan kebutuhan akan
lingkungan hidup yang bersih serta layak. Program-program ini harus
terus-menerus dijalankan selama 5 tahun masa kepemimpinan seorang
presiden agar ketahanan sosial golongan bawah menjadi lebih kuat.
Kemiskinan, kekumuhan dan kekurangan
kebutuhan dasar, terutama di perkotaan, adalah sumber ancaman bagi
stabilitas sosial. Apalagi dalam keadaan di mana antar golongan
masyarakat tidak saling percaya dan tingkat kesenjangan yang tinggi,
maka kemunduran dalam bidang ekonomi dan kekurangan akan kebutuhan dasar
ini akan mendorong ketahanan sosial masyarakat menjadi sangat rapuh dan
rentan. Kebijakan ekonomi, pembangunan infrastruktur, industri dan
sebagainya dijalankan bersamaan dengan kebijakan ekonomi dan sosial yang
berkelanjutan ini.
Kedua adalah kebutuhan sosial, yakni
kebijakan yang dapat mempengaruhi seluruh keadaan sosial masyarakat,
terutama pemberatasan kemiskinan, kebijakan pendidikan dan pemberatasan
buta huruf, kebutuhan kesehatan masyarakat, dan perlindungan tenaga
kerja golongan bawah. Jajaran kabinet semestinya mempunyai kebijakan
yang kuat dan vokal dalam bidang ini, sekuat dan sevokal kebijakan
ekonomi dan infrastruktur dari presiden. Kebijakan sosial sangat
diperlukan untuk memperkuat ketahanan masyarakat.
Ketiga adalah pembangunan lingkungan
budaya dan peradaban manusia, yang melindungi dan mengembangkan
nilai-nilai hidup dan kebhinnekaan masyarakat. Lingkungan sosial, budaya
dan keamanan sedang terganggu pada saat ini, pemerintah seharusnya
bingung menghadapi dan tidak boleh membiarkan satu golongan masyarakat
berhadapan dengan satu golongan masyarakat lainnya. Akar masalah dari
ketegangan tersebut tidak lain adalah ketimpangan ekonomi dan sosial.
Karena itu, akar masalahnya diselesaikan dengan kebijakan dan aksi yang
sistematis serta dengan kepemimpinan yang baik dan efektif.
Kebijakan dan aksi pemerintah untuk
bidang ini sangat lemah, padahal ini merupakan bagian dari kebijakan
berkesinambungan, yang dibutuhkan di dalam suatu negara dan masyarakat.
Akhirnya, ketika terjadi pembiaran, maka keadaan menjadi semakin buruk
dimana struktur masyarakat yang rentan semakin rapuh secara sosial.
Pemerintah harus mempunyai strategi kebijakan yang baik untuk
memperbaiki bidang lingkungan sosial budaya dan keamanan ini.
Ketahanan ekonomi sosial dan keamanan
adalah perumpamaan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Jika kondisi
sosial ekonomi masyarakat baik dan kesenjangan terkendali, maka kondisi
keamanan menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika kesenjangan dibiarkan
melebar tanpa ada kebijakan afirmatif dari pemerintah, maka keamanan
menjadi rentan sekali.
Didik J Rachbini ; Guru Besar Ilmu Ekonomi UMB Jakarta; Ekonom Senior INDEF
0 comments:
Posting Komentar