Jaman sekarang, di era Facebook, email sudah jadi biasa. Memang mungkin belum sampai 25% orang Indonesia yang pake email, but soon, I’m sure… Dengan teknologi 3G, kemudian 3.5G dan kenyataan bahwa handphone sudah jadi barang biasa, kami yakin sebentar lagi kelompok masyarakat yang tadinya cuma tahu caranya pake HP, sebentar lagi juga pasti akan belajar pake email.
Trigger-nya bisa jadi adalah kenyataan bahwa memakai yahoo! messenger di handphone lebih murah dari pada SMS. Karena murahnya, kami sempat ajarin Office Boy di kantor kami untuk memakai messenger dan mengajar keluarganya di desa untuk belajar juga. Bayangkan seandainya dia bener-bener ngajarin sanak saudaranya untuk memakai messenger, maka mereka akan juga melihat feature email dari yahoo! yang comes together with the messenger. Lalu mereka belajar bikin surat pake email. Nice, ya?
Belum lagi kerja keras para telecommunication services provider yang berusaha mencari terobosan baru untuk menembus pasar. Gak aneh, ‘kan kalau sebentar lagi, dari tengah sawah, saat sedang beristirahat sambil menikmati angin sepoi-sepoi, seorang petani muda yang tadi pagi baru tukeran email address dengan si gadis teman sekelas, mengeluarkan hape-nya lalu login ke yahoo! dan mengetik puisi dalam sebuah email form?…
Tapi, hati-hati!.. Masih ingat kasus Prita yang sempat menginap di penjara gara-gara email ‘kan? Salah kirim email bisa-bisa disangka pengerusakan nama baik. Padahal kita cuma curhat, dan curhatnya juga kepada teman sendiri yang kalau gak ada email, mungkin dilkamikan dengan telepon atau ngumpul di ruang istirahat di kantor, atau saat arisan. Sama aja, ‘kan? Cuma yang satu tertulis, sedang lainnya disampaikan secara lisan.
Peraturan Terutama, Sadari Siapa yang Pemilik Sejatinya
Peraturan Terutama, Sadari Siapa yang Pemilik Sejatinya
Nah, supaya kita tetap bisa memanfaatkan email atau pun curhat lewat email tanpa deg-degan, ada etika yang sebaiknya kita mengerti dan kita ikuti. Etika ini ada untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Pertama-tama, perhatikan siapa penyedia email itu. Apakah email itu disediakan oleh perusahaan sehingga dengan demikian tujuannya adalah untuk menunjang kegiatan perusahaan? Ataukan email itu milik pribadi?
Kalau milik perusahaan, maka kita harus memastikan diri telah mengerti peraturan penggunaan email yang ditetapkan oleh perusahaan. Pada banyak perusahaan, ada larangan untuk menggunakan email kantor untuk keperluan pribadi. Pada perusahaan lain, ada larangan untuk mengirim attachment berukuran besar. Biasanya perusahaan menegaskan kepada pegawainya bahwa apapun yang ditulis atau diterima melalui email itu adalah milik perusahaan.
Bagaimana kalau menulis email menggunakan email pribadi? Meskipun email pribadi biasanya digunakan untuk berkomunikasi dengan teman-teman atau keluarga, etika pun tetap harus diperhatikan karena bisa saja email tersebut disebarkan keluar lingkungan yang menjadi tujuan awal. Mungkin karena isinya menarik.
Nah, untuk yang seperti itu, kantor seorang teman misalnya, mengajarkan pegawainya untuk menuliskan pernyataan tambahan. Misalnya “bahwa apa yang saya tuliskan tidak ada hubungannya dengan tempat saya bekerja dan murni pemikiran saya sendiri”.
Untuk berita yang sensitif seperti kasus Prita, it’s tricky. Selain perlu dibuatkan pernyataan bahwa tidak sedang menjelek-jelekkan seseorang atau institusi, juga penyusunan kata haruslah hati-hati. Berusahalah untuk menahan emosi sebelum mencurahkan isi hati melalui email. Lebih baik untuk membaca ulang apa yang telah dituliskan dan merevisi kata-kata yang mungkin dapat menyinggung perasaan seseorang.
Selanjutnya, secara umum, berikut adalah “DO’s” dan “DON’T’s” dalam etika berkomunikasi melalui email.
Saat Berkirim email
Kalau ingin mendapat respon baik, sebaiknya kita berusaha agar orang memberikan sambutan yang baik pula:
- To the point
Semakin singkat, semakin baik. Tuliskan semua kalimat hanya bila kita sudah tahu apa yang hendak dibicarakan. Lebih baik kita biasakan menulis dengan mengingat bahwa suatu saat nanti tulisan tersebut bisa disebarluaskan ke rekan kerja, atau saudara kita. - Sopan
Jangan pernah nulis “Heh, apa kabar?!…” pada orang yang belum betul-betul kita kenal :P. - Cari informasi sendiri
Jangan biasakan meminta informasi, padahal apa yang ditanya bisa dicari di search engine [Google, Yahoo, Bing, atau mungkin sekedar di halaman "search"]. Ini sangat merepotkan, dan memberi kesan diri sebagai pemalas. - Beritahu bila mengirimkan lampiran [attachment] berukuran besar
Tidak hanya bisa menghabiskan waktu untuk men-download attachment yang ukurannya besar, namun kadang suatu account email punya metode penyimpanan file. Misalnya, setiap attachment harus di-scan virus. Ingat: ukuran lampiran yang besar cenderung cuma akan merepotkan. - Jangan biasakan menyebarluaskan alamat email orang lain [Gunakan BCC]
Kalau harus mengirimkan satu email ke orang banyak [broadcast], sebaiknya gunakan BCC saja, karena nanti tiap penerimanya tidak akan melihat alamat account yang dituju. - Gunakan status “high priority” hanya bila diperlukan
Status “high priority” sebagai masalah hidup atau mati. Kalau ternyata berita yang dikirimkan tidak urgent, sementara kita memberi status “urgent”, siap-siap saja nanti orang akan mengacuhkan email genting kita. - Bila tidak perlu, jangan “berteriak”
SEBISA MUNGKIN JANGAN MENGETIK HANYA MENGGUNAKAN HURUF KAPITAL. Artinya sama saja dengan B E R T E R I A K. - Pastikan penerima ingat pembicaraan sebelumnya
Bila email yang dikirimkan merupakan rantai pembicaraan [terdiri dari beberapa email sebelumnya], jangan lupa untuk menaruh sebagian berita sebelumnya. Bagian yang kurang penting, dibuang saja [snip]. - Jawab semua pertanyaan
Jawab semua pertanyaan satu per satu. Ingat, pertanyaan yang belum dijawab cuma akan membuat kita menerima satu email lagi. - Sebelum dikirim, baca ulang
Apa yang kita pikir sudah ditulis, acapkali sebetulnya belum diketikkan.
Saat Menerima Email
Menerima email pun tidak kalah pentingnya dibanding mengirim. Kita tentu tidak ingin email tidak mendapat sambutan buruk, ‘kan? Oleh sebab itu, ini catatanku tentang cara bagaimana supaya kita bisa menerima email dengan baik:
- Fixed to mailbox checking schedule
Berikan kesan bertanggungjawab atas email yang sudah masuk ke dalam mailbox kita. Bila kita sudah punya waktu menjawab email yang jelas [misalnya pagi atau sore hari atau satu waktu tertentu], orang akan tahu kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan kita. - Kategorikan email yang masuk
Folders [kategori email], akan memudahkan dalam memberikan tanggapan yang paling tepat terutama bagi orang yang sudah biasa bertukar email dengan kita. - Pertimbangkan untuk bicara
Kadangkala, pertukaran informasi akan jauh lebih efesien jika dilkamikan dengan bicara langsung. Jadi jangan segan untuk mempertimbangkan mengajak bicara orang yang mengirim email, terutama yang isinya tidak begitu jelas. - Rasional, jangan selalu utamakan emosi
Upayakan jangan mengumbar emosi pada email yang baru masuk, apalagi akhirnya dengan menjawab secara kasar. Ingat, pesan tertulis bisa dipergunakan sebagai bukti nyata yang bisa dibaca orang banyak. - Hapus [delete], atau simpan di media lain
Mailbox yang menggelembung cuma bikin sakit kepala. Sebaiknya, hapus atau simpan email yang sudah kurang penting di media lain supaya tidak memenuhi mailbox kita. Ini terutama bagi email yang punya attachment besar. - Pakai account yang jelas
Jangan campur-adukkan email pribadi dengan kantor/bisnis. - Jangan teruskan [forward] email yang tidak perlu
Kadangkala, meneruskan email lelucon cuma hanya membuat kita tidak tahu aturan atau hanya pandai menghabiskan waktu untuk hal-hal tidak berguna.
Kesimpulannya?
Orang yang berusaha menjadi solusi, akan mendapat timbalan solusi dari orang lain manakala ia membutuhkannya. Bila kita menyiapkan diri untuk mengirim dan menerima email dengan baik, tentu orang lain akan senang berkorespondensi dengan kita.
Sumber: http://cantik40s.blogspot.com/2009/08/tips-etika-mengirim-dan-menerima-e-mail.html