Bila melihat beberapa kasus korupsi
yang terjadi di Indonesia ini, mereka para pelakunya seperti angka 1, 2
dan 3. Dimata mereka, tindak pidana korupsi bukan masalah berat, tabu
dan terlarang. Mereka terlihat santai, tersenyum dan biasa-biasa saja
dibalik kesedihan dan air mata disaat menjadi pesakitan.
Wah, berarti mau jadi koruptor besar seperti mereka itu tidak terlalu sulit. Hanya dibutuhkan 3 syarat setelah mengamati para koruptor, ini boleh dibuktikan dan dilihat dari seluruh koruptor besar yang melambai-lambaikan tangan di KPK. Apalagi jika disaat mereka yang terjerat KPK itu kerap kali menyebut-menyebut nama Tuhan, disamping atribut religi yang dikenakannya. Mereka semua juga rata-rata memiliki latar belakang pendidikan yang "OK" dan koneksi yang "yahut".
Wah, berarti mau jadi koruptor besar seperti mereka itu tidak terlalu sulit. Hanya dibutuhkan 3 syarat setelah mengamati para koruptor, ini boleh dibuktikan dan dilihat dari seluruh koruptor besar yang melambai-lambaikan tangan di KPK. Apalagi jika disaat mereka yang terjerat KPK itu kerap kali menyebut-menyebut nama Tuhan, disamping atribut religi yang dikenakannya. Mereka semua juga rata-rata memiliki latar belakang pendidikan yang "OK" dan koneksi yang "yahut".
Koruptor itu Sangat Mengerti Agama,
Coba kita lihat mereka yang melakukan tindak korupsi, sebagian besar menggunakan nama berbau religi. Melihat dari nama saja ngeri, masa nama "Muhammad" yang mulia itu digunakan juga untuk melakukan tndak korupsi. Mungkin pada awalnya para orang tua mereka memberi nama itu supaya berakhlak mulia, tapi kenyataannya terbalik dan menyelewengkan nama-nama baik atau besar religi itu.
Pengalaman spiritual pun mereka pasti lebih dari pada yang tidak
melakukan korupsi (kecuali AS), buktinya banyak titel "H" yang korupsi
untuk agama Islam. Maaf ini realita yang ada, dan wajar terjadi karena
mayoritas agama di Indonesia adalah Islam.
Mereka para koruptor sangat memahami arti tobat, bahkan mungkin mereka lebih tahu dari yang tidak melakukan korupsi untuk tobat yang cesplenk diterima, jadi mereka santai-santai saja. Bagi mereka yang terjerat hukum tindak pidana korupsi umumnya mempertontonkan gaya religi unik. Coba saja lihat mereka yang selalu menyebut nama Tuhan sampai ditulis di pledoi untuk mencari simpati dan dukungan.
Mereka para koruptor sangat memahami arti tobat, bahkan mungkin mereka lebih tahu dari yang tidak melakukan korupsi untuk tobat yang cesplenk diterima, jadi mereka santai-santai saja. Bagi mereka yang terjerat hukum tindak pidana korupsi umumnya mempertontonkan gaya religi unik. Coba saja lihat mereka yang selalu menyebut nama Tuhan sampai ditulis di pledoi untuk mencari simpati dan dukungan.
Sudah kodrat manusia yang selalu buat salah, lalu menyadari kesalahannya
dan bertobat, serta tidak mengulanginya lagi. Hal ini pastinya sangat
dikuasai oleh mereka para koruptor yang agamanya bagus-bagus itu,
berbuat sekali, tobat dan tidak mengulangi lagi karena sisa korupsi
sudah cukup untuk tujuh turunannya.
Tambahan trik manipulasi membersihkan hartanya dengan bersedekah, maka banyak koruptor yang sangat ringan tangan menyumbang panti-panti asuhan dan yayasan-yayasan sosial atau masjid untuk memperingan hukumannya kelak. Coba perhatikan siapa saja pelaku korupsi yang bernama religi dan berkopiah atau berjenggot, serta ditambah kumat-kamit religi mengatas namakan Tuhan saat terpdesak di KPK. Pada tulisan ini hanya menyebut para koruptor yang beragama Islam, karena sudah terlalu muak dengan mereka yang membolak-balikkan ajaran Islam yang mulia, sedang untuk agama lain jujur tidak tahu.
Tambahan trik manipulasi membersihkan hartanya dengan bersedekah, maka banyak koruptor yang sangat ringan tangan menyumbang panti-panti asuhan dan yayasan-yayasan sosial atau masjid untuk memperingan hukumannya kelak. Coba perhatikan siapa saja pelaku korupsi yang bernama religi dan berkopiah atau berjenggot, serta ditambah kumat-kamit religi mengatas namakan Tuhan saat terpdesak di KPK. Pada tulisan ini hanya menyebut para koruptor yang beragama Islam, karena sudah terlalu muak dengan mereka yang membolak-balikkan ajaran Islam yang mulia, sedang untuk agama lain jujur tidak tahu.
Latar Belakang Pendidikan,
Kemudian adalah latar belakang pendidikan para pelaku koruptor bukan biasa-biasa saja, mustahil latar belakang pendidikan berasal dari almamater biasa-biasa saja, apalagi almamater bawah pohon bambu akan jadi koruptor besar, paling-paling jadi tukang catut belanja di Glodok atau di Pinggir jalan itu.
Mereka para koruptor besar umumnya memiliki latar belakang pendidikan ditempat-tempat top di Indonesia, bahkan tempat top diluar negeri sana. Ada beberapa dari mereka yang memiliki gelar begitu panjang, hingga butuh ekstra hati-hati dalam menulisnya, karena harus menggunakan koma dan titik yang begitu banyak pada titel-titel mereka, btw ada yang prof juga diantara mereka..hu hu hu, sedih.
Peluang menjadi koruptor besar lebih terbuka dengan latar belakang pendidikan top bila sudah bermasyarakat, karena sistim adik kakak yang begitu kental "KKN" antar satu almamater bukan rahasia lagi dan basi serta feodal masih terjadi di negeri ini. Tidak mungkin alumni sekolah A mau menggendong adik-adiknya dari sekolah B, bisa dibilang B itu adalah sisa-sisa saja dan bisa dihitung pakai jari.
Kalau sudah kumpul satu almamater, apalagi senior itu berpengaruh dan berjasa pada yunior-yuniornya, maka terbuka kesempatan dan peluang menjadi koruptor besar bagi si senior tersebut. Mana berani si yunior dengan senior yang sudah berjasa membantunya ikut bergabung dan sedikit memberi "cipratan" rejeki, kecuali nekat dan ingin ditempatkan dibagian kering.
Rasanya tidak etis menyebut satu per satu dari kelompok sumber koruptor
menimba ilmu, pastinya tempat mereka dulu tidak bersalah. Situasi dan
kondisi almamater diluar sana begitu berpengaruh pada kesempatan untuk
melakukan korupsi. Silahkan lihat dan tinjau kekeluargaan dan
se-almamater itu sangat kental di Indoneisa, ini bukan rahasia lagi!
Seperti tulisan diatas, kalau pun ada almamater lain itu hanyalah
keberuntungan dan pastinya ditempat gersang, kering kerontang. Untungnya
tidak banyak yang menjadi oknum perusak citra almamaternya. Semakin
pintar, semakin mudah memutarbalikan fakta pastinya.
Koneksi Koruptor,
Terakhir ini syarat tambahan, tapi mutlak, yaitu koneksi. Kenapa bisa begitu? pastilah harus begitu, bagaimana mungkin melakukan korupsi seperti maling ayam, bisa-bisa dibakar sama orang banyak nantinya dan tidak bisa melambai-lambaikan tangan di KPK. Koneksi yang paling "Jos" di negeri Indonesia yang konon berdasarkan hukum itu adalah harus meng "konekan" diri dengan penguasa. Maksudnya bukan sama orang nomer satu di Indonesia ini, jangan salah paham dulu. Penguasa secara umum ya parpol itu, coba siapa yang buat UU dan menyetujui anggaran ini dan itu, kan mereka semua koneksi atau jaringan partai politik. Makanya bila satu kena, temen lain bakal ikut serta tersenyum manis di KPK.
Untuk koneksiitas di paspol pastinya bukan parpol burem, mereka para
koruptor pintar dan berakhlak itu pandai memilih mana parpol yang
prospek dan yang tidak prospek. Jarang mereka anggota dari parpol
idealis apalagi gurem bisa mejadi koruptor besar, paling-paling
amplop untuk transpot yang didapatnya saat kunjungan. Realitanya
koruptor besar berasal dari parpol yang berkuasa dan besar-besar, yang
tentunya ditakuti dan disegani oleh parpol yang posisinya berada
dibawahnya. Jangan coba jadi Chrisjon lalu berani melawan Lenox Lewis,
bisa mati sekali "dug" atau kalau pingsan pun sadarnya seminggu
kemudian. Salah tidak ya tulisan ini? ah...kan tidak ada nama dan
atribut yang tertulis dan tidak melanggar UU pers.
Sepertinya tidak ada yang perlu dijabarkan lagi, inilah kenyataan yang
terjadi di Indonesia. 3 hal tersebut menjadi modal pokok alias syarat
utama menjadi koruptor besar. Bila tidak, maka percuma saja jadi
koruptor, karena akan kerepotan, bila tidak mampu menyisihkan hasil
jarahan untuk pendamping diruang sidang nanti. Kemudian lagi, masa
hukuman pastinya lebih lama dari koruptor besar tulen, karena tidak
mampu mengembalikan uang jarahan dalam tanda kutip, ya tidak
beda dengan pelaku pidana yang makan nasi jagung itu lah jika korupsinya
tanggung-tanggung. Untuk kesempatan, kebutuhan dan lain sebagainya
hanyalah bumbu atau bahan tambahan saja.
Untuk itu berhati-hati yang memiliki nama dan agama yang terlalu dalam
melebihi dalamnya lautan, memiliki latar belakang pendidikan top markotop dengan koloni almamater ditempat basah berbau duit, serta bagi
yang terlalu lupa diri bercinta dengan koloni kekuasaan mayoritas,
status menjadi koruptor besar terbuka lebar dan menanti didepan mata.
Ada yang bermiinat? Bila hanya satu dari ketiga syarat itu bisa juga
jadi koruptor, hanya saja resiko nyemplung ke sel nya lebih lama dan sia-sia.
Silahkan coba dan persiapkan diri jadi koruptor besar, contoh dan lihat beberapa kasus (seperti kasus Angie, Nazar), status koruptor adalah status investasi jangka panjang menguntungkan. Resiko dan cemoohan bukan masalah, selama sisa hasil usaha korupsi cukup untuk perkara dan simpanan masa depan.
Silahkan coba dan persiapkan diri jadi koruptor besar, contoh dan lihat beberapa kasus (seperti kasus Angie, Nazar), status koruptor adalah status investasi jangka panjang menguntungkan. Resiko dan cemoohan bukan masalah, selama sisa hasil usaha korupsi cukup untuk perkara dan simpanan masa depan.